Po Te Hi : The Footless Walkers

.

.

Tanpa Kaki…

Berbalut legenda sederhana

Tanpa Kaki…

Mengarungi dan menyebar ke benua

Tanpa Kaki…

Sampai di Nusantara

Tanpa Kaki…

Pernah masuk kotak di bredel sang penguasa

Tanpa Kaki

Kini terseok oleh jaman

Tanpa Kaki

Kini berjalan bergantung pada sang generasi…

.

.

potehi16

Gang pinggir di pecinan Semarang yang biasanya sudah penuh sesak dengan semrawutnya arus lalu lintas, kini terasa makin merayap dan terhenti. Rasa kesal dan terburu membuat terpaksa menepikan mobil dan parkir setelah terlihat ada tempat kosong. Akhirnya jalan-kaki merupakan pilihan yang bijak daripada bermacet ria dan terlewatkan acara yang ditunggu.  Inilah gambaran awal dalam memulai perburuan wayang Po Te Hi di pasar Imlek Semawis, Semarang.

potehi21

potehi17

Kotak tobong terbuat dari seng berukuran 3 x 3 meter berwarna merah menyala, berpanggung dari kuda-kuda pipa besi, berdiri sendiri dan masih sepi di antara stan-stan peserta Pasar Imlek di depan Kelenteng Gambiran. Bentuk panggung wayang Po Te Hi memang tergolong unik dan menarik perhatian, membuat para pengunjung berhenti untuk sekedar melihat-lihat, mengintip dalamnya dan bahkan dengan kekiniannya ber-selfie maupun ber-wefie.

potehi14

potehi12

Acara ternyata molor dari waktu yang ditetapkan, penonton harus bersabar menunggu hingga sang dalang dan para penabuh musiknya datang. Dalam menunggu saya sempat mengobrol dengan seorang bapak tionghoa, berumur sekitar 70-an tahun, yang berasal dari Salatiga, beliau ternyata penggemar berat wayang po te hi. “Saya dulu selalu nonton di Kelenteng Salatiga, dulu masih sering manggung di sana tetapi sekarang sudah tidak pernah lagi”, sela bapak tersebut tersirat rasa kecewanya bahwa wayang Po Te Hi ternyata sudah semakin sulit dijumpai dan penontonnya pun semakin sedikit.

potehi4

 potehi3

potehi7

“Setelah Gestapu/PKI ( tahun 1967-an  muncul larangan tentang budaya yang “berbau” China),  adalah masa suram wayang Po Te Hi yang otomatis ikut hilang lenyap masuk kotak, setelah era presiden Gus Dur pada tahun 1999, akhirnya saya bisa melanjutkan lagi kegemaran nonton saya”, beliau menjelaskan rasa syukur sekarang budaya estnis tionghoa sudah menjadi bagian dari budaya di Indonesia.

potehi6

potehi18

potehi22

Setelah satu jam menunggu akhirnya datanglah sang dalang How Lie yang bertubuh tambun dan bermata sipit dikuti oleh para pengikutnya serombongan anak-anak muda berumur 15 tahunan dari etnis tionghoa dan beberapa terlihat dari etnis Jawa. Suatu pemandangan yang menyejukkan, ternyata budaya Po Te Hi mampu melintasi perbedaan etnis. Satu-persatu mereka masuk kedalam kotak merah yang terasa pengap dan panas. How Lie sang dalang, mulai mempersiapkan boneka-boneka wayang sementara yang lain mempersiapkan sound sistem, alat musik  dan player VCD. Setelah semua sudah siap, How Lie memberikan aba-aba dimulai maka bunyi-bunyian gembreng besar, gembeng kecil dan genderang mulai berbunyi dengan alunan yang terasa berisik dikuping bagi yang asing dengan tontonan tionghoa. How Lie mulai menyiapkan transkrip/naskah alur cerita dari print-out maupun catatan dalam buku tulis anak SD, boneka sudah diselipkan di tangan kirinya, sementara asisten dalang membantu menata dan menyiapkan pernik di panggung dan boneka juga sudah terselip di tangan kanannya. Setelah suara musik mereda, How Lie mulai melakukan intro cerita dan satu persatu tokoh-tokoh dalam cerita bergulir keluar.

potehi23

potehi26

Generasi penerus dalang dan pemain musiknya juga menjadi permasalahan tersendiri dalam kelangsungan wayang Po Te Hi, karena tidak banyak generasi penerus yang mau belajar mendalang. Bisa dipahami karena tontonan wayang Po Te Hi sulit/tidak laku untuk di “jual” ke generasi sekarang ini, tergerus oleh media tontonan TV, bioskop, Youtube dan Game,  sebagai alat penghibur masa kini. Tanggapan / job manggung yang didapat pada umumnya hanya sebatas festival-festival budaya tionghoa, dimana frekuensi penyelenggaraanya bisa dibilang sangat sedikit tiap tahunnya. Beruntung  Sang dalang dari Semarang yang terkenal Thio Tiong Gie sebelum meninggal dunia telah mempersiapkan anaknya How Lie untuk mau meneruskan warisan ayahnya. Dari catatan berbagai sumber pada masa hidupnya Thio Tiong Gie mengeluhkan tidak ada anak muda di Semarang yang berminat untuk belajar mendalang. Karena tidak adanya dalang penerus boleh dikatakan anaknya How Lie satu-satunya dalang Po Te Hi di Semarang dan Jawa Tengah.

potehi25

potehi27

“Kalau tukang musiknya sudah meninggal semua dan tidak ada penerusnya, jadi sekarang sebagai gantinya menggunakan player VCD”, kata How Lie menyiasati. Memang terlihat bahwa musik yang ada sangat sederhana, hanya gembreng besar, gembreng kecil, kayu dan kendang/genderang, padahal jika lengkap musing pengiring wayang po te hi ada 7 macam : gembreng besar (Toa Loo), rebab (Hian Na), kayu (Piak Ko), suling (Bien Siauw), gembreng kecil (Siauw Loo), gendang (Tong Ko), slompret (Thua Jwee).

potehi24

potehi30

potehi28

Hampir mendekati 2 jam pentas bergulir, ruang dalam kotak semakin pengap dan panas, sang dalang How lie sudah bermandi keringat, kipas angin kecil dibelakang punggungnya seakan tak mampu menepis panas tubuhnya. Demikian juga Asisten dalangpun sudah berganti yang ketiga kalinya, silih berganti wajah bermandi keringat terlihat lelah tetapi tetap ceria dan semangat. Sebuah lakon telah disampaikan mulai dari pendalaman karakter, peperangan dan hingga kisah asmara, semua bercerita tentang kebajikan dan kebenaran mengalahkan kejahatan, penuh dengan petuah dan filosofi hidup.

potehi31

potehi33

Setelah suara musik mereda dan para tokoh wayang pengisi akhir cerita masuk ke balik tirai, maka pertunjukan Po Te Hi pun berakhir. Di balik panggung dalam tobong kotak kecil 3×3 meter pertunjukan “Keluarga Po Te Hi” dimulai. Setelah melepas dahaga sambil berberes wayang dan peralatan, How Lie sang guru mulai melakukan evaluasi terhadap para “anak-anaknya” tentang pertunjukan tadi. Kemudian sebagai acara penutup adalah makan nasi bungkus bersama, suasana makan disertai dengan obrolan dan candaan ringan, terlihat bagai sebuah keluarga yang kuat, erat, guyub dan rukun….. sebuah keluarga Po Te Hi sang penjaga dan pewaris budaya wayang Po Te Hi.

potehi32

potehi34

How Lie pun kembali menutup tobong seng merahnya serta menggembok dari luar dan “pertunjukan wayang” dan “pertunjukan keluarga” Po Te Hi pun berrakhir. Sebuah akhir yang masih menyisakan tanda tanya “Sampai kapan kita masih bisa menonton wayang Po Te Hi ?” dan “Sampai kapan kita sanggup menggantikan kaki wayang Po Te Hi melangkah ke depan?”

potehi36

potehi37

LEGENDA WAYANG PO TE HI

Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong) dan hi 戯 (wayang). Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.

potehi39

potehi38

Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara. Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung bersedih, tapi orang kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih baik menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel seperti panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar juga oleh kaisar, yang akhirnya memberi pengampunan. ( sumber : Wikipedia )

potehi19

CATATAN :

Foto Hitam Putih penggambaran era  Dalang Thio Tiong Gie ( ayah )

Foto Berwarna penggambaran era Dalang Thio How Lie ( anak )

 

 

ILL : the story of me

“Ada masalah dengan ginjalmu, ini terlihat di gambar USG” kata dokter ahli radiologi. “Maksudnya doc, ada indikasi kerusakan ginjal?” tanyaku galau. “ini terlihat ada pelebaran dan pembengkakkan, ini sifatnya sudah urgent, tapi manusia masih bisa hidup kok dengan satu ginjal” kata dokter dingin. Sungguh kata-kata terakhirnya sangat membuatku pucat dan seakan jantung berhenti berdetak!

Melihat hasil rontgen

Melihat hasil rontgen

Setelah hasil USG aku bawa ke dokter Bedah, aku mendapatkan rujukan lagi untuk  BNO-IVP / foto rongent contrast agar kondisi ginjal dan saluran kencing terlihat dengan jelas. Aku kembali ke Radiologi lagi, ternyata untuk foto kali ini ada tahap yang harus dilalui yaitu, harus cek darah terlebih dahulu untuk mengetahui fungsi ginjal, puasa selama 12 jam dan harus mengosongkan isi perut dengan minum broklat/garam inggris/dulcolax. Waaaakkkssss ribet banget dan menjengkelkan.

Tag melingkar sebagai tanda pasien rawat inap

Tag melingkar sebagai tanda pasien rawat inap

Esok paginya setelah semalaman murus-murus minum garam inggris, dengan badan lemas, ngantuk dan lapar aku kembali ke Radiologi Panti Rapih. Pemotretan kali ini tidak sekedar seperti rongent biasa tetapi sebelumnya harus dilakukan penyuntikan cairan contrast melalui nadi kita ditangan. Aku kaget melihat suntikan yang besar dan jarumnya juga besar, 50cc cairan akan dimasukan dalam aliran darahku.

Me.... cemas

Me…. cemas

Suntikan pertama obat dimasukan hanya 5cc untuk melihat reaksi tubuhku apakah menolak/alergi atau tidak. Setelah 5 menit berjalan lancar, seluaruh cairan tersisa mulai dimasukan kedalam tubuhku. Terasa dingin merayapi  tubuhku, di bawah mesin rongent yang asing dan membuatku mencekam. “kalo normal dan lancar butuh 1 jam mas, tapi kalo tersumbat dan tidak lancar bisa hampir 2 jam” kata perawat yang memantau prosesnya. Gila juga pikirku harus tergeletak kedinginan diatas kaca dan sendiri, sebuah proses yang menjengkelkan dalam hatiku. Waktu demi waktu bergulir, Puji Tuhan semua lancar sehingga waktu pemotretan hanya memakan waktu sekitar 45menit saja.

hmmm... benda-benda asing mulai melekat di tubuh

hmmm… benda-benda asing mulai melekat di tubuh

“Positif ada batu ginjal di saluran antara ginjal dan kandung kemih” kata dokter bedah urologi. “ harus segera diambil tindakan karena ginjalmu sudah membesar karena tersumbat salurannya”. “Tindakan seperti apa doc?” sahutku penuh tanya. “Dilakukan operasi kecil untuk memecahkan batu dengan cara di tembak, alatnya nanti masuk melalui saluran kecing sampai ketitik batunya berada, setelah ketemu dilakukan penembakan”. Wow membayangkan saja aku sudah bergidik ngeri. “Apa tidak bisa dari luar doc” tanyaku penuh harap. “kemungkinan berhasilnya kecil dan belum tentu bersih melihat besaran batu dan posisinya, tidak sakit kok kan dibius”. Terbayang kembali badanku bagian bawah yang diobok obok…. Ngeri….. “OK doc saya ikuti anjuran docter” kataku hopeless karena tidak ada cara lain. Dokter menuliskan pengantar operasi, dan malam itu aku sudah mulai opname untuk persiapan operasi esok harinya.

They Drag me... dag dig dug

They Drag me… dag dig dug

Sekitar jam 1 siang, kereta mendorongku menembus bangsal, hanya langit- langit berlarian meninggalkanku. Rasa ngeri dan takut kembali menyergap, pelan tapi pasti kereta didorong oleh dua orang perawat menuju ke OK (kamar operasi). Memasuki Ruang OK rasa dingin AC dan keringat dingin menyatu dalam diriku. Setelah selama sekitar 15 menit di ruang persiapan operasi, kembali dua orang perawat pria menarik keretaku ke kamar operasi. Lorong demi ruang kulalui lagi, bau obat semakin menusuk hidung. Aku sedikit lega setiap sudut ruang yang kulalui ada patung Bunda Maria kemudian Patung Tuhan Yesus yang seakan memberikan harapan dan ketenangan dalam diriku.

My Hope

My Hope

Keringat dingin dan degup jantungku semakin berpacu, begitu kereta ku berhenti di bawah lampu operasi yang besar dan ruangan yang penuh dengan peralatan, selang dan kabel-kabel. Aku pasrah ketika kedua tanganku di ikat dan badanku mulai dipasang kabel-kabel monitor jantung. Akhirnya aku tergeletak tak berdaya setelah jarum anestesi menusuk punggungku. Terasa ribuan semut merayapi bagian pinggang ke bawah hingga ke ujung-ujung jari kaki. Tak berapa lama pinggang ke bawah sudah tidak terasa seakan aku tidak memiliki kaki lagi. Operasi pun dimulai, aku memberanikan diri melihat prosesnya dari monitor yang bisa aku lihat. Alat-alat dari besi berbentuk semacam ujung cacing mulai merayapi badan dalamku, mencari jalur masuk menuju batu yang menyumbat. Semakin tegang detik-demi detik bergulir dengan lambat, hingga akhirnya suara dokter jelas memcahkan kebisuan “itu batunya mas”. Lega akhirnya batu yang menyumbat saluran ginjalku ditemukan. Proses selanjutnya aku mengamati dari monitor bagaimana batu itu mulai dihancurkan. “ Det, det det…. Det det det “ bunyi mesin yang keras terdengar setiap kali proses penembakan batu dilakukan.  Sekitar 10 menit saluran ginjalku sudah bersih dari batu yang dimonitor berwarna kuning.

always beside me

always beside me

“Sudah selesai mas, batunya sudah bersih dan nanti keluar melalui saluran kencing” kata dokter tenang. Proses selanjutnya berjalan dengan cepat, aku dibawa keluar dengan perasaan bersyukur dan tenang, semua ketakutanku sudah terjawab dengan operasi yang berjalan lancar. Dari kamar operasi aku harus melalui tahap di ruang pemulihan, Rupanya disana sudah banyak pasien yang pasca operasi. Bunyi monitor jantung saling bersahutan dan sesekali disertai suara-suara nafas berat pasien yang ada disebelahku. Cukup lama aku menunggu di ruangan ini, hampir 1,5 jam menunggu hingga kakiku yang berat karena bius bisa sedikit terasa kembali.

Prosesnya masih belum selesai, aku kembali dibawa ke ruanganku di bangsal MARIA no 9, kali ini aku harus diam diatas tempat tidur hingga minimal 24 jam. Infus masih mengaliri tubuhku melalui tangan kiriku, dan selang kateter melintang dikakiku ke kantong penampungan di bawah tempat tidurku. Rasa ngeri selalui menyelimutiku karena selalng kateter selau mengalir darah dari lubang kencingku, aku tutupi dengan selimut untuk membuatku lebih tenang.

My first steps

My first steps

Masa ini adalah masa yang sangat berat buatku, terutama setelah pain killer/penghilang rasa sakit mulai memudar. Punggung bekas suntikan anestesi terasa pegal dan tidak nyaman untuk tidur, kaki yang masih berat dan belum sempurna bisa digerakan serta rasa nyeri yang terkadang terasa. Perawat secara berkala mengganti infusku dengan anti biotik dan cairan penghilang rasa sakit. Akhirnya aku bisa melewati malam dengan baik, ingin rasanya aku turun dari tempat tidur, tapi apa daya masih belum 24 jam, dan bisa berakibat pusing hingga muntah karena efek obat bius belum hilang dengan sempurna.

My Saviour

My Saviour

 

My first step akhirnya akan kumulai setelah perawat memberitahukan bahwa dokter sudah memberikan lampu hijau. Aku disuruh duduk dulu di tepi tempat tidur beradaptasi, benar juga kepala ternyata terasa berat dan sedikit pusing/nggliyeng. Pelan aku sambil berpegang pada tiang penyangga infus mulai melangkah untuk berjalan, badan memang terasa belum balanced dan masih terasa pusing. Begitu rasa pusing terasa aku hentikan langkahku dan kembali berbaring, begitu terusa aku mencoba beradaptasi.

My Fam... never leave me Behind

My Fam… never leave me Behind

 

Pada saat malam hari visit yang pertama dan terakhir dokter menerangkan progresnya yang bagus dan menyampaikan berita gembira bahwa besok siang saya sudah boleh pulang untuk rawat jalan. Saya harus bed rest untuk mengembalikan luka-luka bekas operasi dan recovery kondisi ginjal agar kembali prima. Puji Tuhan Yesus dengan TanganMu melalui tangan dokter dan para perawat  operasi batu ginjalku bisa berjalan dengan lancar dengan baik. Terima kasih Tuhan Yesusku Kau telah menjawab doaku.

 

JUST NOTE : semua foto merupakan self potret dengan camera IPHONE 4