HANDS ON : PROFOTO B1 world’s first TTL monolight

THE WORLD’S FIRST TTL MONOLIGHT

Para strobist akan happy dengan kehadiran profoto B1 karena mendapatkan solusi Power yang lebih besar dibandingkan dengan speedlight, karena power hingga 500 watts

Para monolighters akan happy karena Pro B1 mewarakan monolight portable tanpa ribet kabel dan tidak memerlukan battery pack yang cukup besar serta berat.

Tampilan Profoto B1

Tampilan Profoto B1

Dan saya yakin kedua golongan di atas akan menyukai pro B1 karena menawarkan TTL system untuk Camera Canon dan Nikon (menyusul). Bagaikan menggunakan CLS camera atau dengan pocket wizard TT1 / TT5 tetapi dengan power gede ala lampu studio.

Beruntung saat saya mampir ke oktagon, saya diberikan kesempatan untuk trial lampu ini…. Awesome ! Thanks mas Eko, Jeff dan Randy. Saya coba memberikan gambaran atas apa yang saya rasakan dan pikir atas kehadiran lampu studio TTL yang pertama di dunia ini. Saya tidak membicarakan secara teknis tetapi lebih pada impresi yang saya tangkap atas produk ini dan sebagai catatan product yang saya pakai masih Beta Version.

Tampilan LCD belakang

Tampilan LCD belakang

PRO :

  1. FIRST TTL : lampu studio dg power 500 watt untuk pengguna Canon dan Nikon
  2. Models : Mirip dengan profoto D1 tetapi memiliki LCD yang yang besar dengan informasi yang lengkap
  3. Air technology : lampu ini compatible dengan semua Air remote pada lampu Profoto.
  4. TTL Air Remote  khusus untuk Canon dan Nikon ( khusus dan terpisah alatnya) yang mampu handling TTL dan mengatur 3 grup lampu dengan masing-masing kompensasi +/- 2 stop dan fine tunes 1/10 steps
  5. Fast recycle ( 0,1 sd 1,9 sec ) saya setting Canon 7D pada hi speed burst semua frame tercahayai dengan baik  ( quick burst 20 flashes per second )
  6. Flash duration Hingga 1/19.000 untuk mode Freeze… ckckckckck…
  7. Battery menempel di body lampu, cukup ringan, dapat di charge tersendiri saat tidak terpasang di lampu, dan mampu handling  hingga 220 shots dengan maksimum power (hampir setara dengan battery packnya). Harga spare battery masih reasonable buat kelasnya sekitar 3,5 juta, sehingga pemotretan outdoor tidak akan kehabisan battery.
  8. Software upgradable, baik pada lampu maupun Air TTL Remote. Wooowww artinya lampu akan selalu terupdate dengan baik jika terjadi bugs atau perbaikan features.
TTL Air Remote

TTL Air Remote

CONS :

  1. No Hi Speed Sync. Sangat disayangkan lampu secanggih ini belum bisa handling hi speed sync, B1 hanya mampu handling sebatas sync normal kamera, sekitar 1/250 sec. Saya coba push ke 1/1000 gambar gelap 1/3 bagian. Hal Ini yang akan dirasakan kekurangannya dibandingkan dengan Pocket wizard TT1/TT5. Para penggemar syncro lampu kecepatan tinggi bakal merasakan kekurangan ini. Kebetulan saya bertemu langsung dengan The South East Asia area manager, Flora Chen, yang kebetulan siang harinya memberikan demo ke tim Oktagon. Dia heran kenapa saya menanyakan hal tersebut, saya hanya seorang hobbyst dan hanya membadingkan keunggulan strobist hi speed dengan pocket wizard TT5/TT1. Dia optimis bahwa tim Profoto akan mengembangkan/mendengarkan kebutuhan user, dan nantinya tinggal dilakukan upgrade software saja dengan colokin kabel USB di body lampu ataupun di remote dengan PC di rumah. WOW !!!! Mantabbbbb
Body mantab dan ringan

Body mantab dan ringan

2. Harga yang mahal, sudah tidak heran untuk harga premium lighting dari Profoto,  lampu ini di lego dengan kisaran harga 25 sd 30 juta untuk per bijinya ( harga resmi oktagon masih belum rilis) dan untuk Air Remote berkisar 4 sd 5 jutaan !!!

Battery Lithium ringan

Battery Lithium ringan

My THOUGHT:

Sebuah solusi buat para profesional fotografer yang membutuhkan monolight di lapangan yang bebas ribet : kabel, battery pack yang berat, controling power dan Flash meter. Great Job Profoto!

Siapa mau Pre Order?

Siap action tanpa ribet

Siap action tanpa ribet

HANDS ON NIKON DF : The legend is back !

REVIEW PART I

Melihat video teaser nya “Pure Photography” , saya sebagai penggemar Nikon merasakan sensasi yang luar biasa, selalu menanti dan melihat satu persatu dari 6 buah video teser-nya. Dan sebuah penantian terasa menjadi sangat lama, akhirnya terjawab dengan hadirnya Nikon Df. Memang penantian ini terasa sangat lama buat penggemar Nikon, sejak Thom Hogan mulai menulis di blognya, tentang gagasan agar Nikon membangkitkan seri DM ( Digital Manual) sekitar 5 an tahun lalu, baru terjawab 5 november 2013.

Nikon-Df-lens

History Digital Retro

Era camera retro mulai bangkit dan memiliki ceruk pasar tersendiri, sejak Leica yang dengan konsisten membangkitkan kembali kamera seri M nya pada tahun 2008 dengan model yang tidak berbeda jauh dengan pendahulunya. Meluncurnya Leica M8 membuat para penggemar foto melirik kembali dan mendapatkan sensasi retro di era digital. Lensa-lensa masterpiece nya masih bekerja dengan baik dan system operasi Top 3 : Focus,  speed dan diafragma yang masih secara manual.

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Setahun kemudian tahun 2009  Olympus mengeluarkan dari seri legendarisnya PEN dengan body mungilnya memiliki kemampuan memotret menggunakan setengah frame film, dalam era digital berubah menjadi  E-PEN. Mengulang sukses E-PEN kemudian disusul dengan seri legendaris lainnya OM yang mengusung nama OM-D

Tampak atas Nikon DF

Tampak atas Nikon DF

Tahun 2010 fuji menyusul, tidak mengusung nama besar kamera masa lalunya, Fujica, tetapi mengusung nama FUJIFILM , terkesan aneh kenapa tidak FUJIDIGITAL?  Mungkin fuji tidak rela jika kenangan akan kebesaran filmnya lenyap menjadi FUJICA.  Langkah awal Fujifilm meluncurkan kamera retronya Fuji X 100 nya dan disusul flagship productnya XPro 1 yang cukup berhasil memikat market hibrid traditionalist. Model fuji lebih mengarah ke classic rangefinder ketimbang mengembalikan kenangan pemakai SLR Fujicanya. Mungkin Fuji mengambil ceruk penggemar classic Leica seri M.

 Kedua brand kamera ini ( olympus dan Fujifilm) mendapat sambutan yang cukup menggembirakan buat kalangan hybrid tradisionalist mengingat harga Leica M8 saat itu masih selangit. Bahkan fuji lebih konsisten dengan genre retro style nya untuk pengembangan kamera-kamera andalannya hingga sekarang.

Tampak atas Nikon F3

Tampak atas Nikon F3

Product Life Style

Jika kita lihat melihat perkembangan model style dari kamera dan para usernya kita bisa melihat marketnya terbagi menjadi beberapa bagian

  1. Traditionalist : para penggemar fotografi film dengan kamera  jadul dan fungsi manualnya
  2. Hybrid Traditionalist : para penggemar fotografi digital dengan style n function manualnya
  3. DSLR user : para penggemar digital dengan system SLR dan umumnya function sudah auto full feature
  4. Mirrorless Digital : para penggemar digital dengan system tanpa cermin atau electronic View Finder
Tampak belakang Nikon Df

Tampak belakang Nikon Df

Nah pada saat Big Two, Nikon dan Canon bermain di ceruk DSLR dan menguasi pasar dunia, para pemain lain mulai mengambil ceruk-ceruk khusus dan ternyata sambutannya cukup baik

  1. Traditionalist : munculnya kembali kamera instax dan berkembangnya toy camera seperti lomo
  2. Hybrid Traditionalist : Leica M, Fujifilm X 100s, X pro 1, OM-D, E-Pen
  3. Mirror less Digital : Olympus, Panasonic dan sekarang Sony serius di pasar ini

Digital Fusion

Nikon menurut saya terlambat masuk dalam market Hybrid Traditionalist, setelah 5 tahun sejak Leica M8 muncul, Nikon baru merespon mengeluarkan seri DF nya. Padahal seperti kita tahu Nikon memiliki potensi dari seri kamera-kamera legendarisnya semacam Rangefinder SP, seri F3 dan FM2 yang akan sangat menarik untuk diangkat ke Digital Fusion nya. Saya membayangkan 3 jalur seri ini bisa dikembangkan buat para Hybrid Traditionalist :

  1. DF Profesional : DF 3 dengan body Nikon F3 tetapi memiliki kemampuan Nikon D4
  2. DF semi pro : DFM 2 dengan body Nikon FM2 tetapi memiliki kemampuan  Nikon D610 ( DF Sekarang )
  3. DF Rangefinder : DFS dengan body Nikon SP tetapi memiliki kemampuan hybrid Mirorrles sekelas AW1 ( non waterproof )

Jadi ngiler membayangkan jika Nikon mengadopsi dan serius masuk di market ini, bakal terasa kembali era film tapi dengan media digital.

Tampak belakang Nikon F3

Tampak belakang Nikon F3

HANDS ON NIKON DF

Saya hanya memegang beberapa jam dan mencoba-coba product sample yang dibawa oleh Nikon Indonesia ( Thanks to Mr. Sukimin Thio ). Oleh karena itu pendapat saya mungkin bisa meleset karena masih pre production camera, sehingga bugs masih sangat mungkin terjadi. Melihat penampilan pertamanya membuat saya lupa segalanya, hanya satu kata : KEREEEENNN BANGET !!!! beberapa hal yang saya rasakan sensasinya setelah memegang dan mencoba adalah :

Nikon DF dengan cable release manual

Nikon DF dengan cable release manual

PRO:

  1. Tampak depan, Retro look menyerupai Nikon F3 dengan sedikit bongsor, sama juga dengan Leica M digital juga lebih gendut dibandikan seri M film. Yang saya tunggu adalah Battery Grip ala F3, wow bakal super keren!!!!
  2. Tampak atas seperti Nikon F3, dengan top LCD kecil tidak sepeti umumnya nikon DSLR. Bahkan tombol shutter dilengkapi kabel releasemanual AR 3 wow good Job Nikon! Makanya saya cari 10-Pin connector tidak ketemu.
  3. Tampak belakang seperti melihat Nikon D610. Make it Flat like F3 please!!! Tapi untuk handling memang sangat nyaman tidak merubah banyak otak kita, karena seperti menghadapi Nikon Digital seri semi pro.
  4. Handling Iso, Kompensasi dan Speed secara manual, walaupun bisa dilakukan secara Digitally.Tombol-tombol masih menggunakan metode “push and Pull “ seperti era jadul.
  5. Lensa seri G tanpa Gelang diafragma bisa bekerja sempurna
  6. Lensa seri AFD bisa bekerja dengan sempurna
  7. Lensa AI dan AI-s bisa bekerja dengan baik karena terdapat diafragma coupler, sehingga makin terasa manualnya dengan bermain gelang diafragma. Untuk kit lens kamera ini di-launch Special Edition AFS-50 mm f/1.8 dengan gelang silver khas AI lens.
  8. Sensor Nikon D4, 16 MP yang sudah terbukti kehandalanya
  9. Processor Expeed 3 yang cukup handal memproses image kamera- kamera Nikon terkini.
  10. Focus system sama dengan Nikon D610
  11. View Finder 100% coverage
  12. Hi Iso sekelas Nikon D610 : saya coba Iso 6400 untuk pemotretan sore hari, Noise handling cukup bagus walaupun saya rasakan tetap lebih baik handlingnya Nikon D3s. Hanya warna-warna pada Hi Iso terkesan Lebay (over saturated ) walaupun picture control saya rubah ke standard dan Neutral.
  13.  Auto WB handling nya OK
  14. No Video, beberapa mungkin menganggap sebagai kekurangan tapi buat saya malah sebagai nilai Tambah “ Pure Photography “
  15. Battery terkesan kecil seperti nikon kelas entry level, ternyata battery life hingga 1400 shots !!!!!
Nikon F3 dengan Battery Grip... sangar man !!!

Nikon F3 dengan Battery Grip… sangar man !!!

CONS :

  1.  Kesan Dingin Cold Steel Nikon Jadul hilang tergantikan Magnesium Alloy yang terasa kurang Nyessssss….
  2.  ” Cppplllaaaakkk !!!!” Sensasi Getaran dan suara shutter ala Nikon F3 tidak terasa, tergantikan dengan shutter lembut ala Nikon D610.
  3. Manual Focus terasa sangat tidak nyaman, karena tidak menggunakan Focus Peeking ala Sony Nex. Mungkin karena system yang dipakai bukan mirrorless? Saya jadi teringat seorang teman pak Tono TDP penggemar lensa Carl Zeiss for Nikon yang merubah D3s nya dengan split image focusing!!!! Nah kenapa Nikon tidak menggunakan split image focusing?????? Jika anda masih menginginkan split image focus pada Nikon Df anda, segera pesan secara custom di KATZeye optical di http://www.katzeyeoptics.com . Sedang jika kita tidak menggunakan split image focus maka focusing secara manual terasa sulit karena harus memperhatikan DOT kecil yang berada di sudut kiri bawah, sementara kita kehilangan perhatian ke subject.
  4.  Harga Mahaal, dengan Chassis D610 yang saat ini di banderol 20 juta, Nikon DF yang berharga kisaran 30 Juta menjadi terasa mahal 10 Juta untuk body retronya saja. Tapi memang bisa dipahami karena para Hybrid Traditionalist ceruk pasarnya tidaklah besar, sehingga angka penjualan Nikon Df tidak akan besar yang otomatis akan mempengaruhi biaya produksi dan harga.
  5. Single slot SD card, untuk saat ini kelas semi pro nikon umumnya telah memiliki double memory card, sedangkan nikon Df ini hanya memiliki single slot SD memory.
Hands on Nikon DF

Hands on Nikon DF

MY Thought :

Nikon Df merupakan kamera powerful buat pecinta hybrid traditionalist karena semua lensa-lensa lama ( AI dan AI-s ) bisa digunakan kembali dan memiliki basic features sekelas Nikon D610.

Akhir kata Nikon Df merupakan jawaban yang memuaskan bagi para Hybrid Traditionalist yang telah menantikan cukup lama kehadirannya. Seperti kata pak Johny Hendarta beberapa waktu lalu saya bertemu ” Jaman dulu camera yang operasionalnya sulit dibikin menjadi mudah, sekarang orang malah kembali ingin oprasionalnya menjadi lebih sulit ” hahahahaha… Dengan kata lain fotografi saat ini yang serba full features dan serba auto, mulai kembali menjadi fotografi yang menekankan kesederhanaan Rana, kecepatan, dan focusing dengan sentuhan yang lebih personal. Benar juga, ceruk hybrid traditionalist memang membuat kita menjadi Digital (Con)fusion atau sebenarnya memang itulah sejatinya dari Pure Photography!

Salam