REVIEW PART I
Melihat video teaser nya “Pure Photography” , saya sebagai penggemar Nikon merasakan sensasi yang luar biasa, selalu menanti dan melihat satu persatu dari 6 buah video teser-nya. Dan sebuah penantian terasa menjadi sangat lama, akhirnya terjawab dengan hadirnya Nikon Df. Memang penantian ini terasa sangat lama buat penggemar Nikon, sejak Thom Hogan mulai menulis di blognya, tentang gagasan agar Nikon membangkitkan seri DM ( Digital Manual) sekitar 5 an tahun lalu, baru terjawab 5 november 2013.

History Digital Retro
Era camera retro mulai bangkit dan memiliki ceruk pasar tersendiri, sejak Leica yang dengan konsisten membangkitkan kembali kamera seri M nya pada tahun 2008 dengan model yang tidak berbeda jauh dengan pendahulunya. Meluncurnya Leica M8 membuat para penggemar foto melirik kembali dan mendapatkan sensasi retro di era digital. Lensa-lensa masterpiece nya masih bekerja dengan baik dan system operasi Top 3 : Focus, speed dan diafragma yang masih secara manual.

Setahun kemudian tahun 2009 Olympus mengeluarkan dari seri legendarisnya PEN dengan body mungilnya memiliki kemampuan memotret menggunakan setengah frame film, dalam era digital berubah menjadi E-PEN. Mengulang sukses E-PEN kemudian disusul dengan seri legendaris lainnya OM yang mengusung nama OM-D

Tampak atas Nikon DF
Tahun 2010 fuji menyusul, tidak mengusung nama besar kamera masa lalunya, Fujica, tetapi mengusung nama FUJIFILM , terkesan aneh kenapa tidak FUJIDIGITAL? Mungkin fuji tidak rela jika kenangan akan kebesaran filmnya lenyap menjadi FUJICA. Langkah awal Fujifilm meluncurkan kamera retronya Fuji X 100 nya dan disusul flagship productnya XPro 1 yang cukup berhasil memikat market hibrid traditionalist. Model fuji lebih mengarah ke classic rangefinder ketimbang mengembalikan kenangan pemakai SLR Fujicanya. Mungkin Fuji mengambil ceruk penggemar classic Leica seri M.
Kedua brand kamera ini ( olympus dan Fujifilm) mendapat sambutan yang cukup menggembirakan buat kalangan hybrid tradisionalist mengingat harga Leica M8 saat itu masih selangit. Bahkan fuji lebih konsisten dengan genre retro style nya untuk pengembangan kamera-kamera andalannya hingga sekarang.

Tampak atas Nikon F3
Product Life Style
Jika kita lihat melihat perkembangan model style dari kamera dan para usernya kita bisa melihat marketnya terbagi menjadi beberapa bagian
- Traditionalist : para penggemar fotografi film dengan kamera jadul dan fungsi manualnya
- Hybrid Traditionalist : para penggemar fotografi digital dengan style n function manualnya
- DSLR user : para penggemar digital dengan system SLR dan umumnya function sudah auto full feature
- Mirrorless Digital : para penggemar digital dengan system tanpa cermin atau electronic View Finder

Tampak belakang Nikon Df
Nah pada saat Big Two, Nikon dan Canon bermain di ceruk DSLR dan menguasi pasar dunia, para pemain lain mulai mengambil ceruk-ceruk khusus dan ternyata sambutannya cukup baik
- Traditionalist : munculnya kembali kamera instax dan berkembangnya toy camera seperti lomo
- Hybrid Traditionalist : Leica M, Fujifilm X 100s, X pro 1, OM-D, E-Pen
- Mirror less Digital : Olympus, Panasonic dan sekarang Sony serius di pasar ini
Digital Fusion
Nikon menurut saya terlambat masuk dalam market Hybrid Traditionalist, setelah 5 tahun sejak Leica M8 muncul, Nikon baru merespon mengeluarkan seri DF nya. Padahal seperti kita tahu Nikon memiliki potensi dari seri kamera-kamera legendarisnya semacam Rangefinder SP, seri F3 dan FM2 yang akan sangat menarik untuk diangkat ke Digital Fusion nya. Saya membayangkan 3 jalur seri ini bisa dikembangkan buat para Hybrid Traditionalist :
- DF Profesional : DF 3 dengan body Nikon F3 tetapi memiliki kemampuan Nikon D4
- DF semi pro : DFM 2 dengan body Nikon FM2 tetapi memiliki kemampuan Nikon D610 ( DF Sekarang )
- DF Rangefinder : DFS dengan body Nikon SP tetapi memiliki kemampuan hybrid Mirorrles sekelas AW1 ( non waterproof )
Jadi ngiler membayangkan jika Nikon mengadopsi dan serius masuk di market ini, bakal terasa kembali era film tapi dengan media digital.

Tampak belakang Nikon F3
HANDS ON NIKON DF
Saya hanya memegang beberapa jam dan mencoba-coba product sample yang dibawa oleh Nikon Indonesia ( Thanks to Mr. Sukimin Thio ). Oleh karena itu pendapat saya mungkin bisa meleset karena masih pre production camera, sehingga bugs masih sangat mungkin terjadi. Melihat penampilan pertamanya membuat saya lupa segalanya, hanya satu kata : KEREEEENNN BANGET !!!! beberapa hal yang saya rasakan sensasinya setelah memegang dan mencoba adalah :

Nikon DF dengan cable release manual
PRO:
- Tampak depan, Retro look menyerupai Nikon F3 dengan sedikit bongsor, sama juga dengan Leica M digital juga lebih gendut dibandikan seri M film. Yang saya tunggu adalah Battery Grip ala F3, wow bakal super keren!!!!
- Tampak atas seperti Nikon F3, dengan top LCD kecil tidak sepeti umumnya nikon DSLR. Bahkan tombol shutter dilengkapi kabel releasemanual AR 3 wow good Job Nikon! Makanya saya cari 10-Pin connector tidak ketemu.
- Tampak belakang seperti melihat Nikon D610. Make it Flat like F3 please!!! Tapi untuk handling memang sangat nyaman tidak merubah banyak otak kita, karena seperti menghadapi Nikon Digital seri semi pro.
- Handling Iso, Kompensasi dan Speed secara manual, walaupun bisa dilakukan secara Digitally.Tombol-tombol masih menggunakan metode “push and Pull “ seperti era jadul.
- Lensa seri G tanpa Gelang diafragma bisa bekerja sempurna
- Lensa seri AFD bisa bekerja dengan sempurna
- Lensa AI dan AI-s bisa bekerja dengan baik karena terdapat diafragma coupler, sehingga makin terasa manualnya dengan bermain gelang diafragma. Untuk kit lens kamera ini di-launch Special Edition AFS-50 mm f/1.8 dengan gelang silver khas AI lens.
- Sensor Nikon D4, 16 MP yang sudah terbukti kehandalanya
- Processor Expeed 3 yang cukup handal memproses image kamera- kamera Nikon terkini.
- Focus system sama dengan Nikon D610
- View Finder 100% coverage
- Hi Iso sekelas Nikon D610 : saya coba Iso 6400 untuk pemotretan sore hari, Noise handling cukup bagus walaupun saya rasakan tetap lebih baik handlingnya Nikon D3s. Hanya warna-warna pada Hi Iso terkesan Lebay (over saturated ) walaupun picture control saya rubah ke standard dan Neutral.
- Auto WB handling nya OK
- No Video, beberapa mungkin menganggap sebagai kekurangan tapi buat saya malah sebagai nilai Tambah “ Pure Photography “
- Battery terkesan kecil seperti nikon kelas entry level, ternyata battery life hingga 1400 shots !!!!!

Nikon F3 dengan Battery Grip… sangar man !!!
CONS :
- Kesan Dingin Cold Steel Nikon Jadul hilang tergantikan Magnesium Alloy yang terasa kurang Nyessssss….
- ” Cppplllaaaakkk !!!!” Sensasi Getaran dan suara shutter ala Nikon F3 tidak terasa, tergantikan dengan shutter lembut ala Nikon D610.
- Manual Focus terasa sangat tidak nyaman, karena tidak menggunakan Focus Peeking ala Sony Nex. Mungkin karena system yang dipakai bukan mirrorless? Saya jadi teringat seorang teman pak Tono TDP penggemar lensa Carl Zeiss for Nikon yang merubah D3s nya dengan split image focusing!!!! Nah kenapa Nikon tidak menggunakan split image focusing?????? Jika anda masih menginginkan split image focus pada Nikon Df anda, segera pesan secara custom di KATZeye optical di http://www.katzeyeoptics.com . Sedang jika kita tidak menggunakan split image focus maka focusing secara manual terasa sulit karena harus memperhatikan DOT kecil yang berada di sudut kiri bawah, sementara kita kehilangan perhatian ke subject.
- Harga Mahaal, dengan Chassis D610 yang saat ini di banderol 20 juta, Nikon DF yang berharga kisaran 30 Juta menjadi terasa mahal 10 Juta untuk body retronya saja. Tapi memang bisa dipahami karena para Hybrid Traditionalist ceruk pasarnya tidaklah besar, sehingga angka penjualan Nikon Df tidak akan besar yang otomatis akan mempengaruhi biaya produksi dan harga.
- Single slot SD card, untuk saat ini kelas semi pro nikon umumnya telah memiliki double memory card, sedangkan nikon Df ini hanya memiliki single slot SD memory.

Hands on Nikon DF
MY Thought :
Nikon Df merupakan kamera powerful buat pecinta hybrid traditionalist karena semua lensa-lensa lama ( AI dan AI-s ) bisa digunakan kembali dan memiliki basic features sekelas Nikon D610.
Akhir kata Nikon Df merupakan jawaban yang memuaskan bagi para Hybrid Traditionalist yang telah menantikan cukup lama kehadirannya. Seperti kata pak Johny Hendarta beberapa waktu lalu saya bertemu ” Jaman dulu camera yang operasionalnya sulit dibikin menjadi mudah, sekarang orang malah kembali ingin oprasionalnya menjadi lebih sulit ” hahahahaha… Dengan kata lain fotografi saat ini yang serba full features dan serba auto, mulai kembali menjadi fotografi yang menekankan kesederhanaan Rana, kecepatan, dan focusing dengan sentuhan yang lebih personal. Benar juga, ceruk hybrid traditionalist memang membuat kita menjadi Digital (Con)fusion atau sebenarnya memang itulah sejatinya dari Pure Photography!
Salam